AF windbreak

AF windbreak

Kamis, 14 September 2017

NUANSA EKSOTIK WANAGAMA SEBAGAI GALERI WISATA ALAM YOGYAKARTA



Kota Yogyakarta yang memiliki potensi sebagai kota budaya, kota pendidikan, dan kota wisata yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan dari berbagai daerah. Hal demikian dapat dilihat dari jumlah pengunjung ke Jogja dari tahun ketahun yang semakin meningkat. Dapat kami sajikan kenaikan jumlah pengunjung dari tahun 2006-2008 sebagi berikut.

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisata Nusantara ke Kota Yogyakarta Tahun 2006-2008
Tahun
Jumlah
2006
636.537
2007
1.159.805
2008 (s/d 5 Okt 08)
1.303.042
Sumber : Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kota Yogykarta

Tabel tersebut menguraikan perkembangan jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke kota Yogyakarta. Jumlah Wisatawan nusantara yang berkunjung ke kota Yogyakarta dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang cukup berarti jika dilihat sejak bencana gempa tahun 2006. Sehingga dapat diprediksikan bahwa kota Yogyakarta berpotensi sebagai kota wisata.
Beragam  motivasi wisatawan untuk berkunjung ke Yogyakarta diantaranya yaitu untuk berlibur, konvensi, kursus, jenguk saudara, berobat, ziarah, dinas, bisnis, dan lain sebagainya.
Diagram dibawah menggambarkan persentase motivasi wisatawan nusantara ke Yogyakarta. Dimana sebagian besar responden wisata nusantara, tujuan utama kunjungan ke Yogyakarta adalah untuk berlibur. Hal ini ditunjukkan dengan hasil survei yang menunjukkan bahwa 57% dari responden wisata nusantara bertujuan berlibur dalam kunjungannya ke Yogyakarta.  Adapun persentasenya sebagai berikut.

Diagram Persentase Motivasi Wisatawan Nusantara ke Yogyakarta


Sumber : Diolah dari hasil observasi lapangan, 2008

Ketersediaan Objek Wisata di Yogyakarta
Lokasi Objek dan Daya Tarik Wisatawan (ODTW) yang berada di Kota Yogyakarta dibagi menjadi tiga klasifikasi sesuai dengan UU No. 9 tahun 1990 yaitu objek wisata alam, budaya, dan buatan. Adapun ODTW peringkat enam besar di Kota Yogyakarta yang banyak dikunjungi wisatawan nusantara yaitu sebagai berikut.

Tabel 2. Peringkat Enam Besar objek Wisata yang Banyak Dikunjungi Wisatawan Nusantara Tahun 2003-2007
No.
ODTW
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
1
Kebun Raya Gembiraloka
915.109
932.087
993.886
794.685
669.907
2
Kraton Yogyakarta
621.233
581.556
374.992
374.992
311.084
3
Museum Sunobudoyo
25.136
35.568
290.951
152.089
119.645
4
Siti Hinggil
268.412
277.619
297.982
285.581
342.697
5
Museum Bt. Vredeburg
71.916
95.806
112.002
286.15
73.944
6
Taman Sari
60.135
64.185
125700
52.146
35.751
                Sumber : Statistik Diparda DIY 2003-2007

Berdasrkan tabel diatas, peringkaat enam besar lokasi Objek dan Daya Tarik Wisatawan (ODTW) yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan nusantara dari tahun 2003-2007 yaitu Kebun Raya/Kebun Binatang Gembiraloka (KRKB Gembiraloka), dengan demikian bahwa wisatawan nusantara menginginkan untuk berlibur pada ODTW yang masih berbasis alam terkait dengan tumbuhan dan binatang. Dalam peringkat enam besar ini hanya tersedia di Kebun Raya/Kebun Binatang Gembiraloka (KRKB Gembiraloka). Jadi minat wisatawan dan masyarakat perkotaan akan objek alam sangat tinggi.
Salah satu data profil demografi wisatawan nusantara yaitu tingkat pendidikan wisatawan ke Yogyakarta. Adapun persentse tingkat pendidikan wisatwan nusantara sebagai berikut.

Diagram Persentase Tingkat pendidikan Wisatawan Nusantara
 Sumber: Diolah dari hasil observasi lapangan, 2008

Berdasarkan diagram di atas ternyata tingkat pendidikan responden wisatawan nusantara dibagi menjadi 7 golongan. Ketujuh golongan terebut adalah wisatawan nusantara dengan tingkt pendidikan SD, SMP, SMA, Akademi/D3, S1, S2, dan S3. Pada diagram di atas terlihat bahwa lebih dari 50% wisatawan yang datang ke Yogykarta adalah wisatawan yang mengenyam pendidikan tinggi S1 sampai dengan S3 (mahasiswa). Sedangkan sisanya adalah wisatawan yang mengenyam pendidikan dasar ( SD-SMA).
Data tesebut merupakan salah satu referensi dalam menggambarkan kondisi kepariwisataan kota Yogyakarta. Dengan adanya data ini dapat disusun suatu konsep dan strategi pemasaran pariwisata Kota Yogyakarta. Konsep dan strategi  pengelolaan dan pemasaran yang telah disusun ini merupakan salah satu masukan bagi stakeholder terkait dalam pengelolaan, sehingga dapat memberikan pelayanan kepada pengunjung dan daya tarik wisatawan.

Objek Wisata Alam Kaliurang
 Dalam kajian objek wisata alam di Yogyakarta, disini terdapat salah satu objek wisata alam yaitu ODTW Kaliurang. Untuk mengetahui daya tarik wisatawan akan objek wisata alam, maka kami akan memaparkan data jumlah pengunjung wisata alam kaliurang tahun 2006.

Tabel 3. Data jumlah pengunjung tahun 2006 berdasarkan hari kunjungan
Hari
Jumlah pengunjung
Sumber
Senin-Jumat
300-700
Harian Jogja
Sabtu-Minggu
1600-2000
Harian Jogja
Hari raya Idul Fitri
5000
KapanLagi.com
hari Natal
3700-3900
Harian Jogja
tahun baru
> 4000
Harian Jogja

Dari data di atas maka dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan yang signifikan jumlah pengunjung wisata alam Kaliurang sepanjang tahun 2006 yaitu pada hari libur akhir pekan atau hari libur nasional.
Meningkatnya jumlah pengunjung Kaliurang ternyata berdampak pada peningkatan tingkat hunian, sekitar 250 hotel yang terdiri dari kelas bintang, melati maupun pondok wisata. Dalam segi tempat penginapan memang tempat penginapan di Kaliurang cukup memadai. Tetapi hal tersebut sangat mempengaruhi fungsi ekologis Kaliurang itu sendiri, sehingga dapat menghilangkan sifat alami Kaliurang. Seiring dengan laju kenaikan jumlah penginapan, sehingga meningkatkan tingkat erositas tanah di Kaliuarang.
 Aktivitas wisatawan dan fasilitas yang ada seperti hiburan masyarakat dengan segala macam jenisnya, misalnya dengan diadakannya panggung hiburan yang dapat menimbulkan polusi suara yang secara tidak langsung akan mengganggu satwa disekitarnya. Aktivitas tersebut tak jauh beda dengan aktivitas yang sering dilakukan di kota-kota besar. Pergeseran fungsi tersebut dapat menurunkan nilai kefaedahan objek wisata Kaliurang, serta menurunkan motivasi wisatawan datang ke Kaliurang.
Fungsi ekologis lain yang terganggu yaitu bergesernya etika lingkungan. Terganggunya kehidupan fauna dan hak fauna untuk hidup bebas dengan habitat aslinya. Hal tersebut dapat dilihat dari populasi monyet yang berbaur dengan wisatawan/pengunjung, padahal monyet termasuk dalam kategori binatang liar yang hidupnya tidak berdampingan dengan manusia.
Sebagai salah satu objek wisata yang ada di kota Yogyakarta, tentunya Kaliurang juga terdapat fasilitas penginapan, villa, bungalow dengan harga yang bervariasi dan terjangkau semua kalangan. Sebenarnya hal tersebut bagus yaitu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dan masyarakat sekitar objek wisata Kaliurang. Tetapi perlu diingat kembali, konsep objek wisata alam dalam pengelolaan itu harus mendudukkan hak objek, pengunjung, dan masyarakat dalam kesetaraan, tidak boleh mementingkan kepentingan paham antroposentrik untuk masyarakat atau pengunjung saja, melainkan harus memperhatikan kondisi objek yang secara bersama-sama kita jaga sifat dan fungsinya sebagaimana mestinya. Seperti halnya peningkatan jumlah hunian atau penginapan di Kaliurang akan menambah keruwetan dalam tata ruang, sehingga dapat menghilangkan nilai estetika Kaliurang sebagai objek wisata alam.

Objek Wisata Alam Wanagama 1
 Wanagama Bedrock Forest (WBF) terletak di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika kita menuju kota Wonosari, kita akan melintasi desa Gading yang terletak lebih kurang 35 kilometer dari kota Yogyakarta. Dari desa Gading ini, kita akan  tiba di Hutan Pendidikan Wanagama I. Dari Kota Yogyakarta hanya memerlukan waktu satu jam jika menggunakan kendaraan bermotor menuju arah Laut Selatan, dimana disana terdapat sejumlah pantai berpanorama indah dan belum terjamah kebisingan serta hiruk-pikuk.
Hutan Wanagama merupakan salah satu di antara objek wisata unggulan yang ditawarkan kepada wisatawan. Padahal sebelumnya kawasan perbukitan ini kondisinya gersang dan nyaris gundul. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada yang diprakarsai Oemi Hani’in Suseno – waktu itu menjabat sebagai dekan – dan Tri Setyo seorang dosen fakultas tersebut mencoba menghutankan kembali lahan seluas 10 ha pada tahun 1964 di wilayah itu

Misi yang diemban Wanagama I adalah :
  1. Wanagama I sebagai hutan pendidikan dan penelitian
  2. Wanagama I sebagai hutan percontohan
  3. Wanagama I sebagai wahana penyuluhan
  4. Wanagama I sebagai hutan wisata dan wisata ilmiah
Dari keempat misi tersebut, saat ini sebagian besar telah terwujud. Di bidang penelitian dan pendidikan, Wanagama I telah mencetak berpuluh sarjana kehutanan, baik S1, S2, maupun S3.
Keunggulan Hutan Wanagama I dibandingkan dengan Hutan yang lain yang menjadi tempat wisata adalah di Wanagam I misi yang diemban pertama adalah pendidikan dan penelitian sehingga funsi yang di bawahnya bisa tercakup secara langsung ataupun tidak langsung sedangkan hutan wisata seperti kaliurang hanya mengedepankan misi wisata saja.
Di bidang penelitian, Wanagama I menjadi pusat uji genetik dan sumber benih yang langka dan jenis-jenis komersil. Wanagama sebagai tempat percontohan lahan kritis, penyuluhan, dan wisata ilmiah, Wanagama I menjadi kajian studi banding dari Perum Perhutani, Dinas Kehutanan, mahasiswa, anak sekolah, pramuka, dan tamu-tamu dari luar negeri. Sejak tahun 1987, Wanagama I bekerja sama dengan Mayasari dan Sanggar Bambu membuat paket wisata hutan sehari, dalam rangka menggalakkan bidang wisata berwawasan lingkungan.
Proyeksi pembangunan Wanagama I di masa yang akan datang adalah:
  • Sebagai pensuplai benih unggul pohon-pohon hutan ke berbagai wilayah Indonesia.
  • Mereboisasi daerah-daerah lain yang pedoklimaksnya setipe dengan Wanagama I (Bali, NTB, NTT, Sulteng) agar dapat lebih berhasil.
 Wanagama  Bedrock Forest (WBF)  merupakan arena belajar lengkap di lapangan. Wanagama memiliki beragam tanaman, persemaian pohon (greenhouse), topografi berbagai bentuk, bermacam lapisan batuan bumi, sumber air, sungai, air terjun, iklim mikro, serta interaksi sosial-ekonomi dengan masyarakat sekitarnya. WBF juga ibarat laboratorium alam terbuka seluas 6 juta m². Wanagama Bedrock Forest merupakan tempat yang tepat untuk melakukan penelitian.
Untuk menunjang proses pendidikan dan penelitian, Wanagama Bedrock Forest (WBF) juga memiliki museum kayu. Koleksi museum antara lain : meja lurah dari Jepara, Arca Gupolo dari kayu sengon, meja dan kursi mantan Menteri Kehutanan RI Ir. Sudjarwo, gebyok kayu jati berukir khas Jepara, fosil kayu jati yang berumur ratusan tahun, serta aneka macam barang kerajinan kayu dari berbagai daerah di Indonesia, perpustakaan, ruang seminar, sumber dari kalangan dosen serta pemandu yang ramah dan profesional dari UGM, serta tempat bermalam. Fasilitas yang mendukung museum : warung makan khas Wanagama, Pasar Seni, Agroforestry, berbagai jenis pertamanan percobaan (jati monfori, nangka, perupuk, acacia, dan lain-lain), Camping Ground (areal perkemahan), kelas 4 ruang, asrama, dan gedung serba guna.
Untuk murid sekolah dasar, Wanagama Bedrock Forest menyediakan arena kegiatan khusus, yaitu "Forest for Kids". Fasilitas ini berupa petak hutan yang memiliki sistem pengamanan khusus sehingga anak-anak bisa belajar dengan aman. Selain berupa lingkungan hutan, "Forest for Kids" juga menyediakan fasilitas belajar di kolam dari sumber air yang dibangun khusus pula untuk menjamin keamanan murid. Untuk memastikan anak-anak tetap bersemangat, Wanagama Bedrock Forest menyediakan arena bermain di tengah alam terbuka.
Dengan berbagai faktor alam yang eksotis yang ada, Wanagama Bedrock Forest (WBF) menjadi tempat wisata lingkungan yang lengkap bagi keluarga, klub, dan komunitas untuk menyelenggarakan gathering, jambore, reuni, seminar, workshop. Pengunjung yang ingin menikmati udara segar dan suasana tenang bisa melakukan forest walk atau jogging dengan aman, nyaman, dan sehat.
Terdapat pula fasilitas forest bike bagi penggemar olahraga bersepeda MTB atau sekadar untuk kesenangan, Jarak setiap rute bervariasi, mulai dari 4 km, 13 km hingga 18 km. Dalam areal hutan, terdapat fasilitas permainan air-soft gun, paint ball, ataupun forest trekking, latihan survival, serta latihan lapangan search and rescue (SAR) di medan berbukit.
Sebagai miniatur hutan dengan berbagai tanaman Indonesia yaitu dengan adanya barisan jenis pepohonan yang akan menemani perjalanan menyusuri hijaunya Wanagama. Selain tanaman, Wanagama juga memiliki keindahan lain berupa tiga aliran air yakni Sungai Oya, Sendang Ayu, dan Banyu Tibo. Ketiganya menawarkan kesegaran dan kesejukan saat lelah menghampiri setelah mengelilingi Wanagama
Selain itu juga terdapat penangkarkan satwa langka, yakni Rusa timor di Hutan Wanagama. Penangkaran itu sudah berlangsung sejak 1999 dalam upaya ikut mencegah satwa langka dari kepunahan. Rusa timor (Cervus timorensis) merupakan binatang asli Indonesia yang dijumpai di daerah Pulau Jawa, NTB, NTT, Sulawesi, dan Papua. Populasi binatang itu semakin berkurang menyusul perubahan dan perusakan lingkungan yang berlangsung cepat akibat pertambahan penduduk dan meningkatnya perburuan liar.
Wanagama juga ingin mendudukkan hak-hak objek, wisatawan, dan masyarakat dalam kesetaraan melalui program agroforestri yaitu wanagama bekerja sama dengan warga sekitar hutan untuk bersama-sama menjaga hutan, dalam upayanya wanagama menawarkan sebagian hutan untuk dikelola masyarakat secara tumpang sari (menggabungkan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian) sehingga meskipun ada pengelolaan lahan tetapi fungsi hutan tetap terjaga. Hubungan mutualisme tersebut diantaranya : Beternak sapi merupakan mata pencarian sebagian besar masyarakat sekitar Wanagama. Masyarakat diperbolehkan menanam rumput kalanjana di sela-sela lahan kosong Rumput tersebut menjadi makanan bagi sapi-sapi milik warga. Sebagai timbal baliknya, Wanagama mendapat pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak.
Hutan wanagama telah memberikan fasilitas kepada masyarakat untuk budidaya lebah madu yang terdapat di sebelah timur laut Wanagama dan sutra alam yang berada di tengah rimbun lahan Wanagama yang merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang telah dibudidayakan dan saat ini dalam tahap pengembangan.


Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebagaimana diuraikan di atas, maka kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Ketersediaan Objek dan Daya Tarik Wisatawan (ODTW) wisata alam di daerah perkotaan di Yogyakarta jumlahnya sangat terbatas.
2.      Objek wisata alam Kaliurang saat ini telah kehilangan nilai kealamiannya.
3.  Hutan Pendidikan Wanagama 1 merupakan terobosan yang cukup cerdas dalam menjawab permasalahan masyarakat perkotaan di Yogyakarta dalam upaya memenuhi kebutuhan objek wisata alam yang terbatas.
4.      Hutan wanagama 1 dapat dijadikan salah satu objek wisata alam yang eksotik dengan segala potensi yang ada dalam hutan Pendidikan Wanagama 1.